Langsung ke konten utama

Pengelasan Baja Karbon




Baja karbon adalah paduan antara besi (Fe) dan karbon (C) dengan paduan sedikit Silisium, Mangan, Posphor, Sulfur, dan Cupper. Adapaun sifat dari baja karbon tersebut sangat tergantung pada kadar karbon yang dikandungnya, oleh karena  itu  baja karbon tersebut dapat dikelompokkan dengan berdasarkan kadar karbonnya, yaitu :
A.   Baja karbon rendah (Low Carbon Steel).
Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon sedikit lebih tinggi dari pada rata-rata kandungan karbon pada baja karbon, oleh karena itu baja tersebut lebih kuat, tetapi kemampuan regangnya kurang. Baja ini dipakai sebagai bahan untuk membuat balok, neraca timbangan, plat untuk gedung-gedung, jembatan dan kapal-kapal.
Komposisinya yang umum adalah : 
Karbon (C) 0.03 % ;
Sulfur (S) 0,05 % maks;
Manganese (Mn) 0,7 %;  
Fosfor (P) 0,05 %  maks;  
Silisium (Si) 0,2 %.
Sifat-sifat mekanisnya  adalah :
Kekuatan tarik maximum  6,93 x 102 N/mm2
                  Nilai Izod impact 88 joule.
Baja karbon rendah pada umumnya mudah dilas dengan berbagai cara pengelasan (proses las). Dalam pengelasan baja karbon rendah ini dapat dilakukan tanpa proses preheating dan postheating, dan dapat dihasilkan  dengan baik. Akan tetapi faktor-faktor yang sangat mempengaruhi sifat mampu las dari baja karbon rendah adalah kekuatan tarik dan kepekaan terhadap retak las. Dimana retak las pada baja karbon rendah ini dapat terjadi dengan mudah pada pengelasan pelat tebal atau di dalam baja tersebut terdapat Belerang (S) bebas yang cukup tinggi. Retak las yang mungkin terjadi pada pengelasan pelat tebal tersebut dapat dihindari dengan melakukan proses preheating  dan postheating atau dengan menggunakan elektroda hidrogen rendah.
B.   B. Baja karbon sedang (Medium Carbon Steel).
Baja karbon medium mempunyai kandungan Karbon (C) 0,35 % ÷ 0,5 %. Baja ini termasuk dalam kelompok baja yang dapat dibentuk dengan mesin dan dapat ditempa secara mudah, tetapi tidak bisa dilas semudah baja konstruksi dan baja struktural. Penambahan kandungan karbon akan mempertinggi kekuatan tarik tetapi mengurangi kemampuan regangnya. Baja karbon medium ini  banyak digunakan apabila yang dipertimbangkan adalah kombinasi antara kekuatan dan kemampuan regang. Baja ini bisa digunakan untuk membuat shaft dan spindle (poros), crankshaft, axle, gear dan barang-barang tempa untuk komponen - komponen lokomotif.
Komposisi unsur paduan umumnya adalah:
·               Karbon (C) = 0,43 ÷ 0,5 %; 
·               Fosfor (P) = 0,05 % maksimum; 
·               Manganese (Mn) = 0,06  ÷  0,09 % ;                    
·               Sulfur (S) = 0,05 % maksimum ;  
·               Silikon (Si) = 0,15 ÷ 0,3 %.
Dan setelah dinormalkan pada temperatur 8500 C, sifat-sifat dari baja tersebut  adalah sebagai berikut :
·               Kekuatan tarik 6,93 X 102 N/mm2
·               Titik patah 3,85 X 102 N/mm2
·               Regangan  25 %
·               Nilai izod impact 74 Joule.
Baja karbon sedang pada umumnya juga dapat dilas dengan berbagai proses las dengan hasil yang baik juga. Hanya saja baja karbon sedang tersebut bila dilas akan mempunyai kecenderungan pembentukan struktur martensit yang keras, getas/rapuh pada daerah lasan dan pada daerah pengaruh daerah panas (HAZ).  Oleh karena itu dalam proses pengelasan baja karbon sedang tersebut  diperlukan adanya proses preheating, postheating.  Dengan melakukan proses preheating maka benda kerja yang dilas akan dapat lebih lambat dalam proses pendinginannya, yang berarti dapat mengurangi terbentuknya struktur martensit  yang keras tapi getas/rapuh.
Dengan melakukan proses postheating yaitu proses pemanasan kembali benda kerja yang telah dilas, untuk mendapatkan hasil lasan yang ulet/liat (ductile).
C.   Baja karbon tinggi (High Carbon Steel).
Kandungan karbon (C) 0,5 % ÷ 0,8 %. Baja ini memiliki kekuatan  tarik, kekerasan dan ketahanan terhadap korosi lebih tinggi, tetapi kemampuan regangnya kurang, tidak mudah dilas, dan lebih sulit dibentuk dengan mesin dibandingkan dengan kelompok baja karbon rendah dan sedang. Baja karbon tinggi tersebut termasuk dalam kelompok baja yang digunakan untuk per daun dan spring koil besar (kandungan karbon pada baja yang digunakan untuk spring koil hingga mencapai 1,0%), rel kereta api, ban roda kereta api, dan tali kawat baja.
Proses pengelasan untuk baja karbon tinggi amat sulit,  karena besar sekali kemungkinannya untuk retak. Untuk pengelasan baja karbon sedang maupun baja karbon tinggi ini disarankan menggunakan elektroda low hydrogen. Dan proses pengelasannya disamping harus dilakukan preheating juga harus dilakukan postheating/tempering. Kadang-kadang pengelasan baja karbon tinggi tersebut dilakukan dengan memakai elektrode austenitic stainless steel, agar bisa mendapatkan hasil yang mempunyai sifat ulet/liat dari sambungan las.
Akan tetapi dalam bagaimanapun juga pada daerah pengaruh panas (heat affected zona) tetap akan keras dan getas, karena adanya pengaruh panas dan pengaruh pendinginannya.
Untuk mengetahui sulit atau tidaknya baja karbon yang akan dilas dapat dilihat dari karbon equivalentnya. Tetapi bentuk ketebalan benda kerja juga perlu diperhatikan karena ada kaitannya dengan panas yang harus diberikan dan kecepatan pendinginan setelah pengelasan.
Besar Carbon Equivalent dapat dihitung sebagai berikut :
                  C Eq  =  % C  +  %  Mn/6 +  % Mo/4 +  % Cr/5
Baja dengan Carbon Equivalent :
<  0,40 %.  Pengelasannya tanpa preheating dan postheating dan juga menggunakan kawat las low hydrogen. Tetapi bagaimanapun juga ability dari baja ini tergantung dari ketebalan benda kerja.
>  0,40 %.   Pengelasannya membutuhkan cara-cara tertentu yang khusus disamping preheating juga postheating ataupun kedua dari proses pemanasan tersebut.
Dengan mengetahui Carbon Equivalent dari baja-baja tersebut, maka  dapat direncanakan proses pengelasan yang akan dilakukan.
Prosedur Pengelasan.
1.      Persiapan Pengelasan.
Yang dimaksud dengan persiapan pengelasan disini adalah persiapan benda kerja sebelum proses pengelasan dilaksanakan.  Persiapan pengelasan sangat penting untuk diperhatikan, karena persiapan pengelasan akan mempengaruhi hasil dari pengelasan.
Bentuk-bentuk persiapan sambungan (kampuh) tersebut ada bermacam-macam yaitu  bentuk kampuh  I, V, U, X, J, dan lain-lain.  Dimana pemakaian bentuk-bentuk ini tergantung dari ketebalan pelat yang akan dilas dan perencanaan sambungannya. Pembuatan kampuh-kampuh tersebut dapat dilaksanakan dengan mesin potong oxy acetylene, busur plasma, elektroda karbon, dan lain-lain.
2.      Pembersihan permukaan kampuh.
Benda-benda kerja yang telah dikampuh atau dipersiapkan harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum proses pengelasan dilaksanakan agar hasil dari pengelasan dapat menghasilkan kualitas yang baik. Adapun macam-macam kotoran pada permukaan yang berpengaruh terhadap hasil lasan adalah :  oksida besi ( bekas potongan oxy acetylene, elektroda karbon , dan lain-lain), minyak , gemuk, cat dan air. Karena kotoran-kotoran permukaan tersebut dapat mengakibatkan hasil lasan menjadi retak (cracking), maupun porosity.
3.      Preheating dan Postheating.
Preheating adalah aplikasi/penerapan panas terhadap logam dasar pada saat sebelum dilakukannya proses pengelasan, sedangkan postheating adalah aplikasi panas pada saat setelah proses pengelasan dilaksanakan.
Dimana preheating dan postheating adalah bagian dari proses pengelasan pada baja karbon, untuk itu yang perlu diperhatikan dan harus dipertimbangkan adalah :
·           Elektroda yang digunakan.
·           Komposisi kimia dari benda kerja.
·           Kecepatan pendinginan (untuk benda kerja yang tebal).
·           Jumlah panas yang diberikan.
·           Pemanasan awal dan pemanasan akhir.
Masalah dalam pengelasan adalah sering terjadinya retak  pada kampuh lasan atau pada daerah pengaruh panas (HAZ)  yang disebabkan oleh hydrogen yang ada disekitar daerah pengelasan. Masalah ini dapat kita kontrol dengan menggunakan teknik dan prosedur pengontrolan pendinginan di daerah pengelasan dan  dengan menggunakan elektroda yang tepat.
Untuk itu gunakan prosedur pengelasan yang dimodifikasi, yaitu dengan pemberian preheating (pemanasan awal) yang lebih tinggi dan postheating (pemanasan akhir) yang lebih tinggi pula, serta proses pendinginan setelah postheating harus benar-benar lambat agar dapat meningkatkan kekenyalan bahan dan hasil pengelasan selama pendinginan.
4.        Langkah-langkah Pengelasan.
Apabila alur pada daerah yang akan dilas sudah dibersihkan dan sudah dilaksanakan pemanasan awal (preheating), maka langkah selanjutnya adalah proses pengelasan dapat dilaksanakan yaitu antara lain :
a.      Lakukanlah proses pengelasan untuk alur dasar dengan menggunakan elektroda dan arus listrik las yang sesuai dengan bahan dasar yang akan dilas, dan  dengan kecepatan pengelasan yang sesuai pula. Pastikan bahwa hasil penetrasi dasar yang sempurna sudah terbentuk.
b.      Bersihkan terak lasan pada alur pertama, kemudian lanjutkan membuat alur-alur lasan untuk lapisan kedua.  Kikislah terak lasan dan bersihkan hasil lasan, supaya terak lasan tersebut tidak masuk kedalam cairan lasan.
c.      Lanjutkan membuat alur-alur lasan sampai menghasilkan sambungan / kampuh las yang sempurna.
d.      Bersihkan terak lasan dan bersihkan pula hasil lasan / kampuh las dengan sikat baja.
e.      Jangan lupa selalu menggunakan kaca mata pelindung dan sarung tangan sewaktu membersihkan terak lasan dan membersihkan hasil lasan dengan sikat baja.
f.       Lakukanlah pemanasan akhir (postheating) dengan menggunakan brander pemanas.
g.      Dinginkanlah hasil lasan secara perlahan-lahan, bila perlu bungkus dengan blangket asbes. Jangan didinginkan secara cepat, dan bahkan jangan disiram dengan air.
Referensi
  • Ilmu bahan PEDC Bandung.
  • Europa Lehrmittel, Fachkunde Metall, Nourmy, Vollmer GmbH & Co.
  • Pengetahuan bahan dalam pengerjaan logam, Dipl. Ing. Eddy D. Harjapamekas. Angkasa Bandung.
  • Killing, handbuch der Schwussverfahren I, Dusseldorf,MALANG

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Praktikum Pemeriksaan Kadar Organik dalam Agregat Halus

3.8.1         Pemeriksaan Zat Organik dalam Agregat Halus 3.8.1    Tujuan Percobaan Kadar organik adalah bahan- bahan yang terdapat didalam pasir dan menimbulkan efek kerugian terhadap suatu mortar atau beton. Pemeriksaan zat organik pada agregat halus dimaksudkan untuk menentukan adanya bahan organik dalam agregat halus yang akan digunakan pada campuran beton. Kandungan bahan organik yang melebihi batas dapat mempengaruhi mutu beton yang direncanakan. 3.8.2    Alat dan Bahan Alat: 1.       Botol gelas tidak berwarna dengan volume sekitar 350 mL yang mempunyai tutup Dari karet gabus atau lainnya yang tidak larut dalam NaOH 2.       Standard warna ( Organik plate ) 3.       Larutan NaOH 3% Bahan: Contoh pasir dengan volume 115 mL (1/3 volume botol) Gambar 1.1 Pasir didalam 1/3 botol untuk menentukan kadar organik 3.8.3    Prosedur Percobaan 1.       115 mL pasir dimasukkan ke dalam botol tembus pandang (kurang lebih 1/3 isi botol) 2.       Laruta

Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar

Analisis Saringan Agregat Halus TujuanPercobaan Menentukan distribusi ukuran partikel dari agregat halus  Alat dan Bahan Alat 1.       Timbangan dan neraca ketelitian 0,2% 2.       Satu set saringan 3.       Oven (110 ± 5)°C 4.       Alat pemisah  (spliter) sample 5.       Talam Gambar 1  Saringan Agregat Halus. Bahan Benda uji (pasir) diperoleh dari alat pemisah. Berat dari contoh disesuaikan dengan ukuran maksimum diameter agregat halus  yang digunakan pada tabel perangkat saringan.             Gambar 2  Timbangan, Neraca, dan 500g Agregat Halus. Prosedur Pemeriksaan 1.       Keringkan sampel agregat. 2.       Timbang beban agregat. 3.       Persiapkan saringan yang akan digunakan. 4.       Goyangkan saringan disaat agregat dituang ke saringan. 5.       Hitung berat agregat yang tertahan pada masing-masing saringan. 6.       Catat berat yang tertahan. Perhitungan Tabel 1  Tabel Analisis Saringan Agregat Hal

Terowongan Bawah Tanah, Tunnel ITB

TUNNEL ITB Gambar 1 Tunnel ITB Terowongan bawah tanah atau biasa disebut tunnel sudah berdiri sejak lama tepatnya tahun 1997 bersamaan dengan pembangunan SARAGA dan SABUGA. dibangunnya tunnel ini bertujuan untuk memudahkan mahasiswa dalam mengakses fasilitas olahraga. seperti ditunjukan pada gambar 2 menjadi jalur alternatif yang aman dan cepat dibandingkan melalui jalan raya.  Gambar 2 Lokasi Tunnel ITB yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bangunan ini bisa tetap kokoh dengan usia yang sudah 2 dasawarsa ini. komponen apa yang berperan penting dalam hal ini untuk menunjang terowongan ini bertahan dari live load lalu lintas aktif diatasnya. Bersamaan dengan pertanyaan tersebut saya segera melakukan observasi di lapangan terkait kondisi tunnel, diketahui bahwa selain kontruksi pondasi terowongan namun juga material yang digunakan sangat berperan penting dalam menjaga kekuatan terowongan. Berdasarkan pengamatan secara langsung diidentifikasi bahwa mater